by@lietha PKL
td2 MM

Info Terkini

Picture
Mendesak, Pengadaan Komisi Ikan Hias
07 Oktober 2009

CIBINONG, KOMPAS.com - Potensi ikan hias yang melimpah di Tanah Air hingga kini belum tergarap. Produk ikan hias yang semakin diminati di sejumlah negara dalam beberapa tahun terakhir belum dibaca sebagai peluang untuk mengembangkan bisnis ikan hias secara optimal.

Kurangnya perhatian terhadap pengembangan ikan hias menyebabkan Indonesia kian tertinggal dibandingkan produsen lain, seperti Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Karena itu, pembentukan komisi ikan hias mendesak guna memberikan arah kemajuan budidaya dan bisnis ikan hias di Indonesia.

Desakan itu terungkap dalam rapat koordinasi kalangan pembudidaya, asosiasi pengusaha ikan hias, dan pemerintah, di Raiser Ikan Hias Cibinong, Jawa Barat, Rabu (7/10).

”Pembentukan komisi ikan hias diharapkan menjawab permasalahan pengembangan ikan hias,” ujar Soeyatno, Dewan Direksi Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia.

Produk-produk ikan hias Indonesia saat ini kalah bersaing dalam mutu, ukuran, dan kesehatan. Sementara itu, penanganan bibit, sarana produksi, promosi, dan akses pemasaran masih minim. Keberadaan komisi ikan hias diharapkan mampu menciptakan standardisasi ukuran dan mutu produk.

Herman Oei, eksportir ikan hias dari PT Asher Primatama Lestari, mengungkapkan, produk Indonesia hingga kini sulit bersaing karena belum memiliki standar mutu dan ukuran.

Dicontohkan, produk ikan hias Singapura memiliki keunggulan mutu dan warna yang cemerlang, padahal sebagian besar ikan itu dipasok dari Indonesia. Hal itu karena ikan hias yang diekspor oleh Singapura di rekondisi untuk meningkatkan kualitas sehingga nilai jualnya naik.

Peni Syanti, peternak ikan hias, menambahkan, pengembangan ikan hias perlu ditopang penyediaan bibit unggul, sarana promosi, dan akses pemasaran. Keberadaan raiser ikan hias di Cibinong perlu dioptimalkan guna menjembatani kepentingan peternak dan pasar. (LKT)

sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/10/08/09182557/mendesak.pengadaan.komisi.ikan.hias

Info Berita

Si Badut Tangkaran yang Atraktif

LIDAH ANEMON ITU BERGOYANG KERAS KE SEGALA ARAH. NAMUN ITU BUKAN LANTARAN GEMPA, TETAPI AKIBAT POLAH PARA IKAN BADUT KELUAR-MASUK DI ANTARA LIDAH SATWA LAUT ITU. PEMANDANGAN INI BUKAN DI KEDALAMAN LAUT 10 - 12 M DPL, HABITAT SI IKAN BADUT, MELAINKAN DI STAN DEPARTEMEN PERIKANAN DAN KELAUTAN (DKP) THAILAND PADA AQUARAMA 2009 SINGAPURA. MEREKA IKAN BADUT HASILPENANGKARAN.

Di antara 5 jenis ikan badut yang berenang dalam kotak kaca berukuran 60 cm x 60 cm x 90 cm itu, Amphiprion occelaris yang sohor dipanggil Nemo, paling memikat polahnya. Clownfish - sebutan populer - itu doyan bergerombol dengan sesamanya di antara lidah anemon. Jenis lain, percula, melanopus, dan clarkii, lebih suka bermain-main di antara tumpukan koral di dasar akuarium.

Semua ikan badut itu hasil penangkaran Phuket Coastal Fisheries Research and Development Center (PCFRDC) - lembaga di bawah DKP Thailand - sejak 2000. Menurut Pramote Sangsuksirikul, PCFRDC menangkarkan para clownfish itu untuk konservasi. 'Populasi ikan itu di Laut Andaman di barat Thailand sudah mengkhawatirkan,' kata pemilik Nemofarm, pihak swasta rekanan DKPThailand. Maklum clownfish menjadi incaran pemburu karena masuk jajaran top five perdagangan ikan hias laut dunia selain lion fish, kuda laut, dan damsel.

Ditangkarkan Occelaris merupakan jenis pertama yang ditangkarkan PCFRDC lantaran populasinya di area Laut Andaman - bagian dari Samudera Hindia - dianggap paling terganggu. Di sana terdapat sekitar 28 jenis clownfish. Apalagi banyak turis mancanegara di Phuket selalu ingin menyelam menyaksikan aksi Nemo di habitat aslinya. 'Bila populasinya banyak, tentu sangat bagus untuk ekoturisme,' ujar Pramote.

Langkah pertama yang dilakukan PCFRDC adalah mengaklimatisasi clownfish dari alam di dalam akuarium selama 6 bulan. Kondisi akuarium dibuat mirip habitat aslinya. Salinitas berkisar 30 - 33 ppt. Seluruh air laut di akuarium diganti 100% setiap 2 bulan. Agar mau memijah, rasio jantan dan betina badut yang diberi pakan udang kecil 2 kali sehari itu diatur 1:1.

Bila kondisinya sesuai, betina akan bertelur 1 - 2 bulan pascaaklimatisasi. Betina dapat menghasilkan 500 - 1.000 telur. Telur-telur itu akan melekat di koral dan selanjutnya menetas 7 - 8 hari kemudian. Burayak ikan badut kemudian dipindahkan ke dalam bak fiber berkapasitas 500 l yang dilengkapi aerator. Di sana mereka dipelihara selama 15 hari sebelum dipindahkan lagi ke kolam semen berkapasitas 4 ton.

Selama dibesarkan burayak-burayak ikan badut diberi aneka pakan. Burayak umur 1 - 10 hari diberikan rotifer dengan kepadatan 5 - 15 ekor per ml. Sesudah itu sampai umur 30 hari, burayak diberikan pakan artemia. Di atas umur 30 hari mereka sudah bisa menyantap pakan pelet.

Sebelas jenis Peneliti tanahair di Lampung kini juga sudah menangkarkan ikan badut. Pada 2008 Dra Kadek Ari sukses membiakkan clownfish, bahkan kuda laut. 'Warna clownfish hasil budidaya lebih muda. Ciri lain ikan terlihat akur bergerombol. Di alam tidak seperti itu,' kata peneliti Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung itu.

Menurut Pramote setelah sukses menangkarkan ocellaris, 2 tahun kemudian, pada 2004, peneliti di PCFRDC juga sukses menangkarkan 10 jenis lain ikan badut seperti yellow skunk anemonfish Amhiprion akallopisos, tomato anemonfish A. frenatus, dan sebae A. sebae. 'Saat ini ada sekitar 5 farm penangkaran clownfish di Thailand,' ujar Pramote. Hasil penangkaran itu 95% mengisi pasar ekspor.

Ikan badut hasil penangkaran memiliki beberapa kelebihan, di antaranya toleran terhadap perubahan kondisi air. Itu terlihat saat stan GEX asal Jepang di Aquarama 2009 memajang ikan badut bersama maskoki di satu akuarium. Salinitas air akuarium itu berkisar 12 - 14 ppt; normal 28 - 30 ppt. Nah, yang paling disukai konsumen tentunya melihat ikan badut bergerombol - ciri khas ikan badut tangkaran - bukan soliter. (Dian Adijaya S)

Menjaring Uang dari Bisnis Ikan Hias

Bisnis penjualan ikan hias ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata. Pasalnya, bisnis tersebut memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan Beni (25) dan Mardiah (55) untuk terus eksis menggeluti bisnis tersebut. Beni dan Mardiah adalah penjual ikan hias di kawasan kios penjualan ikan hias yang berada di Kompleks Perikanan Balai Budi Daya Perikanan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, yang berlokasi di Jalan Mohammad Kahfi I, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.Di kawasan tersebut terdapat 11 kios penjual ikan hias. Berbagai jenis ikan hias dari harga termurah hingga harga termahal pun dapat ditemui di sana. Misalnya ikan hias jenis maskoki, manvis, komet, neo tetra, cupang, aligator, yuppy, kura-kura, hingga ikan hias jenis arwana. Selain itu, kawasan tersebut juga turut menjual berbagai macam obat-obatan, makanan, dan aksesori untuk ikan hias, seperti blitz-icht, obat untuk penyakit jamur bagi ikan, cacing beku, pelet, akuarium, dan batu karang.

Sebelum dirinya menekuni bisnis penjualan ikan hias, Beni mengaku sempat beternak lobster air tawar, tetapi dikarenakan harga lobster yang semakin lama semakin murah, Beni pun akhirnya memutuskan beralih ke bisnis penjualan ikan hias di kawasan penjualan ikan hias di Kompleks Perikanan Ciganjur pada tahun 2006.

Sedangkan Mardiah mengaku berjualan ikan hias sejak tahun 2003 semenjak sang suami, Didi, pensiun dari pekerjaannya. Saat itu kawasan penjualan ikan hias di Kompleks Perikanan Ciganjur baru didirikan. "Saya jualan ikan hias dari semenjak suami saya pensiun, dari tahun 2003. Dari pas tempat ini pertama kali dibuka," kata ibu tiga orang anak ini saat berbincang dengan Kompas.com di kios ikan hias yang dimilikinya, Minggu (2/8) pagi.

Saat pertama kali mengeluti bisnis tersebut, Beni, yang merupakan sarjana lulusan tahun 2009 Jurusan Ilmu Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor, itu mengaku mengeluarkan modal awal sebesar Rp 23 juta. Sedangkan ibu Mardiah mengaku mengeluarkan modal awal sebesar Rp 20 juta. Namun, dalam jangka waktu satu tahun berjualan, modal awal yang dikeluarkan kedua orang tersebut, diakui mereka berdua, sudah dapat kembali.

"Salah satu alasan saya jualan ikan hias karna prospek penjualan ikan hias ke depan bagus, dilihat dari jumlah pendapatannya yang lumayan bagus dan pertama kali buka tahun 2006 modal awalnya Rp 23 juta, tapi dalam waktu setahun modal sudah balik," kata Beni.

Dari hasil berjualan ikan hias tersebut, Beni mengaku dapat memperoleh keuntungan bersih per bulan sekitar Rp 5 juta. Sementara Mardiah mengaku dalam satu bulan dapat memperoleh pendapatan kotor sebesar Rp 9 sampai Rp 10 juta. Namun, keduanya mengaku, keuntungan tersebut tidak secara langsung didapatkannya dalam waktu yang singkat. Keuntungan tersebut baru didapatkannya setelah mereka berdua berjualan selama hampir dua hingga tiga tahun.

"Dulu pertama kali dagang (ikan hias) sehari saya cuma dapat Rp 30.000 dan itu kotor (bukan keuntungan bersih), dan sebulan paling dapat untung Rp 300.000, malahan kadang cuma balik modal saja, baru sekitar dua tahun jualan pendapatan meningkat menjadi Rp 3 sampai Rp 5 juta-an per bulan," ujar Beni.

Salah satu faktor yang memengaruhi jumlah pendapatan kedua orang tersebut adalah jumlah pengunjung yang datang ke kawasan penjualan ikan hias tersebut. Pada hari-hari biasa, jumlah pengunjung yang datang ke kawasan tersebut hanya sekitar 100-an, pendapatan kotor yang didapatkan kedua orang tersebut pun hanya sekitar Rp 500.000 per hari.

Namun pada akhir pekan, Sabtu, Minggu, dan pada hari-hari libur nasional dan libur anak sekolah, jumlah pengunjung ke kawasan tersebut meningkat drastis, bisa mencapai 1.000 orang per harinya. Omset yang didapatkan Beni dan Mardiah pun bertambah beberapa kali lipat dibanding pendapatan di hari-hari biasa. Bahkan, Beni mengaku sempat mendapatkan Rp 20 juta dalam satu hari (pendapatan kotor). "Saya sempat mendapatkan Rp 20 juta dalam sehari. Waktu itu hari libur nasional," kata Beni.

Meski begitu, keduanya mengaku, krisis ekonomi global yang memengaruhi kondisi perekonomian dunia internasional termasuk Indonesia cukup membawa pengaruh yang besar bagi pendapatannya. Pasalnya, sejak tiga bulan terakhir, April hingga Juni, pendapatan yang diperolehnya cenderung menyusut, bahkan bisa mencapai 50 persen, atau sekitar Rp 2 juta. Hal itu dikarenakan menyusutnya jumlah pembeli yang datang ke kiosnya. "Tapi bulan Juli ini sudah mulai membaik. Hari hari biasa dapat Rp 300 sampai Rp 400.000. Hari Sabtu dan Minggu dapat Rp 3 juta-an. Kalau sebelum krisis, hari biasa dapat Rp 500.000 dan Sabtu, Minggu Rp 5 sampai Rp 10 juta," ujar Beni.

Ke depan, Beni dan Mardiah mengaku akan terus menggeluti bisnis yang ditekuni tersebut. Sebab, selain mendapatkan untung yang relatif besar, kesulitan yang dialami mereka berdua dalam berjualan ikan hias dinilai keduanya tidak terlalu besar. Selain itu, mereka berdua juga merasa optimistis profesi yang dijalaninya tersebut memiliki prospek yang cerah. "Terus jualan ikan hias dong. Soalnya prospek ke depannya lumayan bagus, soalnya sekarang orang makin banyak yang suka sama ikan hias. Kalau masalah susah (kesulitan dalam bisnis ikan hias) semua usaha juga ada susahnya, tapi ketutup sama rasa senang karena kan kita juga hobi pelihara ikan hias. Yah jualan mah enak-enak ajalah," ujar Mardiah.

sumber : http://www.trubus-online.co.id/members/ma/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=2020