by@lietha PKL
td2 MM

Pakan Ikan


1. SEJARAH SINGKAT
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan
alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan
hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat
kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan
penggunanya, khususnya petani ikan.
Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami,
tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada
sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi
pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik
Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
3.1. Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang
dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d)

Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30
hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu
dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu
dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung
halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80
hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung
(berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi
butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat
> 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau
seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4. MANFAAT
a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam
bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya
zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat
mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
5. PERSYARATAN LOKASI
a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu
optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid >
27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat
C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C;
tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
f) Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30
derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98
ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100
derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100
permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter
sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar
amonia yang baik < 80 mg/liter.
h) Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C, dan pH optimal 6,6-7,4.
i) Cacing Tubifex: cacing tubifex menyukai perairan yang berlumpur dan
banyak mengandung bahan organik.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Bibit
a) Tahapan dalam kultur Phytoplankton sebelum dibudidayakan :
1. Koleksi
Bertujuan untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari
alam untuk dikultur secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan
menggunakan plankton net dan dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.
2. Isolasi
Dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan
menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi;
(2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis
organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke
dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan
yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir
sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis
organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler,
dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan
sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan,
untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media
agar-agar.
b) Infusoria
1. Bibit diambil dari alam menggunakan pipet panjang dan berujung halus,
selanjutnya diperiksa di mikroskop.
2. Penangkaran bibit dapat menggunakan media air rebusan 70 gram jerami
dalam air suling selama 15 menit. Setelah dingin, disaring dan diencerkan
sampai volumenya 1,5 liter.
3. Media yang dapat digunakan selain jerami adalah kacang panjang,
kacang hijau, dan daun selada.
4. Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam cawan petri yang ditutup kain
sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28 derajat C selama 1-2
minggu.
c) Brachionus
1. Bibit diambil dari alam.
2. Air medium yang digunakan adalah air rebusan kotoran kuda/pupuk
kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1 liter air selama 1
jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air hujan yang telah
direbus dengan perbandingan 1 : 2.
3. Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon dan ditulari bibit Protozoa
dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus selama 7 hari. 1-2
minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.
4. Cara lain adalah menularkan bibit ke dalam medium air hijau yang berisi
phytoplankton.
d) Kutu Air
1. Bibit dapat diperoleh dari panti pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya
Air Tawar milik pemerintah.
2. Penangkaran bibit dari alam dilakukan dengan cara memberi pupuk pada
media dengan pupuk kandang 1-2 kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.
e) Artemia
1. Bibit dapat berasal dari telur kering yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini
dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan Daerah setempat, Direktorat
Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air Payau Jepara (Jawa
Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani kebutuhan
telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX, telepon
352922-357563.
2. Penetasan telur Artemia dilakukan di wadah bening dengan dasar
berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah dapat dibuat sendiri
dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan kertas plastik kaca dan
disetrika untuk melekatkannya.
3. Air media diperoleh dari pengenceran air laut (30 permil) sampai kadar
garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2 gram/liter agar pH-nya 8-9.
4. Atau air tiruan (kadar garam 5 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu :
- Garam dapur NaCl = 5 gram
- Magnesium sulfat MgSO4 = 1,3 gram
- Magnesium klorida MgCl2 = 1 gram
- Kalsium klorida CaCl2 = 0,3 gram
- Kalium klorida KCl = 0,2 gram
- Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram
- Air tawar = dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
5. Telur-telur yang akan ditetaskan direndam dalam air tawar selama 1 jam,
kemudian disaring dengan kain saringan 125 mikron, sambil disemprot air,
dan ditiriskan.
6. Kondisi yang mendukung penetasan telur, yaitu : suhu 25-30 derajat C,
kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan
cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7. Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap
paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang
plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.
f) Jentik-jentik Nyamuk
1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter
30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang
banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2. 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur
yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5
cm.
3. Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.
g) Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.
h) Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan.
Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah
jadi kepompong.
6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan
1) Bahan Hewani
a) Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis)
yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan
difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang
dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < 11-12 bulan,
bila lebih dapat ditumbuhi cendawan atau bakteri, serta dapat
menurunkan kandungan lisin yang merupakan asam amino essensial
yang paling essensial sampai 8%. Kandungan gizi: protein=22,65%;
lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–
3. Cara pembuatannya:
1. Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas.
2. Air perasan ditampung untuk dibuat petis/diambil minyaknya.
3. Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
b) Tepung Rebon dan Benawa
Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku
pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa
muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni
benda yang terapung. Cara pembuatan: (1) Bahan direbus sampai masak,
diwadahi karung, lalu diperas; (2) Ampasnya dikeringkan dan digiling
menjadi tepung. Kandungan gizi: Protein: Udang rebon=59,4% (udang
rebon), 23,38% (benawa); Lemak =3,6% (Udang rebon), 25,33%
(Benawa); Karbohidrat 3,2% (Udang rebon), 0,06% (benawa);
Abu=11,41% (Benawa); Serat=11,82% (Benawa); Air=21,6% (Udang
rebon); 5,43% Benawa ,Nilai ubah: Benawa=4–6
c) Tepung Kepala Udang
1. Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses
pengolahan udang untuk ekspor.
2. Cara pembuatannya: (1) Bahan direbus, dijemur sampai kering dan
digiling; (2) Tepung diayak untuk membuang bagian-bagian yang kasar
dan banyak mengandung kitin.
3. Kandungan gizinya: Protein= 53,74%; Lemak= 6,65%; Karbohidrat=
0%; Abu= 7,72%; Serat kasar= 14,61%; Air= 17,28%.
d) Tepung Anak Ayam
1. Bahan: anak ayam jantan dari perusahaan pembibitan ayam petelur.
2. Cara pembuatan:
- Anak-anak ayam dimatikan secara masal, bulu-bulunya dibakar
dengan lampu semprot. Kemudian direbus sampai kaku (setengah
masak).
- Diangin-anginkan sampai kering dan digiling beberapa kali sampai
halus. Hasil gilingan yang masih basah disebut pastadan dapat
langsung digunakan.
- Pasta dapat dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%,
Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim, vitamin,
dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.
e) Tepung Kepompong Ulat Sutra
1. Bahan: kepompong ulat sutra yang merupakan limbah industri
pemintalan benang sutra alam.
2. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%,
Serat= 8,89%, Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.
f) Ampas Minyak Hati Ikan
1. Bahan: amapas hati ikan yang telah diperas minyaknya.
2. Cara pembuatannya: (1) digunakan sebagai pasta, karena kandungan
lemaknya tinggi, sehingga sukar dikeringkan. (2) Digiling halus sampai
bentuknya seperti pellet.
3. Kandungan gizinya: Protein= 25,08%, lemak= 56,75%, Abu= 6,60%,
Air=12,06%, Nilai ubah= 8.
g) Tepung Darah
1. Bahan: darah, limbah dari rumah pemotongan ternak.
2. Cara pembuatanny: darah beku yang masih mentah dimasak dan
dikeringkan, kemudian digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein= 71,45%, Lemak= 0,42%,Karbohidrat=
13,12%, Abu= 5,45%, Serat= 7,95%, Air= 5,19.
Proteinnya sukar dicerna, sehingga penggunaannya untuk ikan < 3% dan
untuk udang < 5%.
h) Silase Ikan
1. Bahan: ikan rucah dan limbah pengolahan.
2. Silase adalah hasil olahan cair dari bahan baku asal ikan/limbahnya.
3. Cara pembuatan: (1) Bahan dicuci, dicincang kecil-kecil, kemudian
digiling. Hasil gilingan direndam dalam larutan asam formiat 3% 24 jan,
kemudian diperas. (2) Air perasan ditampung dan lapisan minyak yang
mengapung di lapisan atas disingkirkan. (3) Cairan yang bebas minyak
dicampur dengan ampas dan ditambah asam propionat 1%, untuk
mencegah tumbuhnya bakteri/cendawan dan menambah daya awet ± 3
bulan dengan pH ± 4,5. (4) Bahan diperam selama 4 hari dan diaduk 3-
4 kali sehari. (5) Bahan cair yang bersifat asam dapat dicampur dengan
dedak, ketela pohon/tepung jagung dengan perbandingan 1:1,
dikeringkan dan digunakan untuk campuran dalam ramuan makanan.
4. Kandungan gizinya: Protein=18-20%, Lemak=1-2%, Abu=4-6%, Air=70-
75%, Kapur=1-3%, Fosfor=0,3-0,9%.
i) Arang Bulu Ayam dan Tepung Tulang
1. Bahan: arang bulu ayam, tulang ternak.
2. Cara pembuatan: Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama
2-4 jam dengan suhu 100 derajat C, kemudian dihancurkan hingga
menjadi serpihan-serpihan sepanjang 1-3 cm. Serpihan tulang
direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan
air tawar. Pemisahan selatin dengan jalan pemanasan 3 tahap, yaitu
pada suhu 60 derajat C selama 4 jam, suhu 70 derajat C selama 4 jam,
dan 100 derajat C selama 5 jam. Pemrosesan selatin. Tulang
dikeringkan pada suhu 100 derajat C, sampai kadar airnya tinggal 5%
dan digiling hingga menjadi tepung. Pengemasan dan penyimpanan.
3. Kandungan gizinya: Protein=25,54%, Lemak=3,80%, Abu=61,60%,
Serat=1,80%, Air=5,52%.
j) Tepung Bekicot
1. Bahan: daging bekicot mentah dan daging bekicot rebus.
2. Cara pembuatan: Daging bekicot dikeringkan lalu digiling. Untuk
campuran makanan sebesar 5-15%.
3. Kandungan gizi: Protein=54,29%, Lemak=4,18%, Karbohidrat=30,45%,
Abu=4,07%, Kapur=8,3%, Fosfor=20,3%, Air=7,01.
k) Tepung Cacing Tanah
1. Dapat menggantikan tepung ikan, dapat diternak secara masal.
2. Jumlah penggunaan dalam ramuan 10-25%.
3. Cara pembuatan: Cacing dikeringkan lalu digiling.
4. Kandungan proteinnya 72% dan mudah diserap dinding usus.
l) Tepung Artemia
1. Dapat menggantikan tepung ikan/kepala udang.
2. Kandungan protein (asam amino essensial) untuk burayak 42% dan
dewasa 60%, sedangkan asam lemak tak jenuh untuk burayak 20%
dan dewasa 10%. Daya cernanya tinggi.
m)Telur Ayam dan Itik
1. Bahan: telur mentah atau telur rbus.
2. Penggunaan: Telur mentah langsung dikopyok dan dicampur dengan
bahan lain. Telur rebus, diambil kuningnya, dihaluskan dan dilarutkan
sampai membentuk emulsi atau suspensi.
3. Kandungan gizinya: Protein=12,8%, Lemak=11,5%, Karbohidrat=0,7%,
Air=74%.
n) Susu
1. Bahan: tepung susu tak berlemak (skim).
2. Kandungan gizi: Protein=35,6% Lemak=1,0% Karbohidrat=52,0%,
Air=3,5%
2) Bahan Nabati
a) Dedak
Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar.
Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses
penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein=11,35%,
Lemak=12,15%, Karbohidrat=28,62%, Abu=10,5%, Serat kasar=24,46%,
Air=10,15%, Nilai ubah= 8.
b) Dedak Gandum
Bahan: hasil samping perusahaan tepung terigu. Tepung yang paling baik
untuk pakan ikan adalah “wheat pollard” dengan kandungan gizi:
Protein=11,99%, Lemak=1,48%, Karbohidrat=64,75%, Abu=0,64%, Serat
kasar=3,75%, Air=17,35%, Nilai ubah=2-3.
c) Jagung
Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan
energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung
protein dan enrgi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan,
sehingga jarang digunakan.
d) Cantel/Sorgum
Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan.
Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga
harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik. Kandungan gizi:
Protein=13,0%, Lemak=2,05%, Karbohidrat=47,85%, Abu=12,6%, Serat
kasar= 13,5%, Air=10,64%, Nilai ubah2-5.
e) Tepung Terigu
Berasal dari biji gandum, berfungsi sebagai bahan perekat dengan
kandungan gizi: Protein=8,9%; Lemak=1,3%; Karbohidrat=77,3%;
Abu=0,06%; Air=13,25%.
f) Tepung Kedele
Keuntungan: mengandung lisin asam amino essensial yang paling
essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%.
Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin,
dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein:
39,6%, Lemak=14,3%, Karbohidrat=29,5%, Abu=5,4%, Serat=2,8%,
Air=8,4%, Nilai ubah=3-5.
g) Tepung Ampas Tahu
Kandungan gizinya: Protein=23,55%, Lemak=5,54%,
Karbohidrat=26,92%, Abu=17,03%, Serat kasar=16,53%, Air=10,43%.
h) Tepung Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang.
Kelemahannya: dapat menyebabkan penyakit kurang vitamin, dengan
gejala sirip tidak normal dan dapat dicegah dengan membatasi
penggunaannya. Kandungan gizi: Protein=47,9%, Lemak=10,9%,
Karbohidrat =25,0%, Abu=4,8%, Serat kasar=3,6%, Air=7,8%, Nilai
ubah=2,7-4.
i) Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah ampas dari proses pembuatan minyak kelapa.
Sebagai bahan ramuan dapat dipakai sampai 20%. Kandungan gizi:
Protein=17,09%, Lemak=9,44%, Karbohidrat=23,77%, Abu=5,92%, Serat
kasar=30,4%, Air=13,35%.
j) Biji Kapuk/Randu
Bahan: bungkil kapuk yang telah diambil minyaknya. Kelemahannya:
Mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius.
Penggunaannya < 5%. Kandungan gizinya: Protein=27,4%, Lemak=5,6%,
Karbohidrat=18,6%, Abu=7,3%, Serat kasa=25,3%, Air=6,1 %.

k) Biji Kapas
Bahan: bungkil dari pembuatan minyak. Kelemahannya: mengandung zat
gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan
perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya haru
sdimasak dulu. Kandungan gizi: Protein=19,4%, Lemak=19,5%, Asam
lemak linoleat=47,8%, Asam lemak palmitat=23,4%, Asam lemak
oleat=22,9%.
l) Tepung Daun Turi
Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam biru (HCN), lusein,
dan alkoloid-alkoloid lainnya. Kandungan gizinya: Protein=27,54%,
Lemak=4,73%, Karbohidrat=21,30%, Abu=20,45%, Serat kasar=14,01%,
Air=11,97 %.
m)Tepung Daun Lamtoro
Kelemahannya: mengandung mimosin, dalam pemakaiannya < 5% saja.
Kandungan gizinya: Protein=36,82%, Lemak=5,4%, Karbohidrat=16,08%,
Abu=1,31%, Serat kasar=18,14%, Air=8,8%.
n) Tepung Daun Ketela Pohon
Kelemahannya: racun HCN/asam biru. Kandungan gizi: Protein=34,21%,
Lemak=4,6%, Karbohidrat=14,69%, Air=0,12.
o) Isi Perut Besar Hewan Memamah biak
Bahan: dari rumah pemotongan ternak. Cara pembuatan: dikeringkan,
digiling sampai menjadi tepung. Kandungan gizinya: Protein=8,39%,
Lemak=5,54%, Karbohidrat=33,51%, Abu=17,32%, Serat kasar=20,34%,
Air=14,9%, Nilai ubah=2.
3) Bahan Tambahan
a) Vitamin dan Mineral
1. Cara memperoleh: dari toko penjual makanan ayam (poultry shop) yang
sudah dikemas dalam bentuk premiks (premix).
2. Premix tersebut mengandung vitamin, mineral, dan asam-asam amino
tertentu.
3. Contoh-contoh merek dagang:
- Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), 2
asam amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, J,
Zn, Co dan Cu), serta antioksidan (BHT)
- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B
kompleks), asam amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe,
Mo, Ca, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan.
- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4,
KI, CuSO4, dan ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin).
- Merek lain: Aquamix, Rajamix U, Pfizer Premix A, Pfizer Premix B.
Penggunaannya :
4. Untuk ikan 1-2% dan untuk udang 10-15%.
b) Garam Dapur (NaCl)
1. Fungsi: sebagai bahan pelezat (gurih), mencegah terjadinya proses
pencucian zat-zat lain yang terdapat dalam ramuan makanan ikan.
2. Penggunaannya cukup 2%.
c) Bahan Perekat
1. Contoh bahan perekat: agar-agar, gelatin, tepung terigu, tepung sagu,
dll. Yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka.
2. Penggunaannya cukup 10%.
d) Antioksidan
1. Bahan: fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikulin (1,2dihydro-6-etoksi-
2,2,4 trimethyquinoline), BHT (butylated hydroxytoluena), dan BHA
(butylated hydroxyanisole).
2. Penggunaannya: etoksikulin 150 ppm, BHT dan BHA 200 ppm.
e) Ragi dan Ampas Bir
1. Ragi adalah sejenis cendawan yang dapat merubah karbohidrat
menjadi alkohol dan CO2.
2. Macam ragi: ragi tape, ragi roti, dan bir.
3. Kandungan gizi: Protein=59,2%, Lemak=0, Karbohidrat=38,93%,
Abu=4,95%, Serat kasar=0, Air=6,12%.
4. Ampas bir merupakan limbah pengolahan bir.
5. Kandungan gizinya: Protein=25,9%, Serat kasar=15%
6. Penggunaannya: ampas bir basah 3-6% dan kering 10%.
6.3. Penyiapan Peralatan
1) Pakan Alami
a) Chlorella
1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas
dengan larutan klorin 150 ppm.
2. Dalam wadah 1 galon:
- Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu
aerasi.
- Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan
medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella
menggunakan air tawar. Air medium disaring dengan kain saringan
15 mikron.
- Disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran
dengan lampu ultraviolet.
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Hal. 12/ 27
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
- Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen-Miguel, yang terdiri
dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam
100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O;
2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya
dilarutkan dalam 80 ml air suling.
- Setiap 1liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan
B.
3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton
- Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus
disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter
pupuk 21-0-0, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk 16-20-0
sebanyak 10-15 mg/l
- Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan
urea dengan takaran 50 gram/m3.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah
disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan
cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm
Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
2. Natrium dihidrofosfat-NaH2PO4 = 10 mg/l atau
Natrium fosfat-Na3PO4 = 27,6 mg/l atau
Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 = 11,2 mg/l
3. Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
4. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
5. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
6. Biotin = 1 mikrogram/l
7. Vitamin B12 = 1mikrogram/l
8. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
9. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
10Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
11Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
12Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples.
- Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Agrimin = 1 mg/l
4. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
5. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
6. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
7. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton
menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass.
- Persiapan lain sama.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/liter
2. Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
3. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 5 mg/liter atau
Kalium dihidrofosfat-K2H2PO4 = 5 mg/liter
4. Agrimin = 1 mg/liter
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
- Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60-100 mg/liter
dan TSP 20-50 mg/liter.
c) Dunaliella
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 18-22 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/liter, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium yang telah disaring dengan saringan 15
mikron sampai 300-500 ml, dan berkadar garam 28-35 untuk
Diatomae laut dan air tawar untuk Diatomae tawar. Kemudian
disterilkan dengan cara direbus, diklorin, atau disinari lampu
ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
a)Larutan A= KNO3 20,2 gram + Air suling 100 ml
b)Larutan B= Na2HPO4 2,0 gram + Air suling 100 ml
c)Larutan C= Na2SiO3 1,0 gram + Air suling 100
d)Larutan D= FeCl3) 1,0 gram + Air suling 20 ml
- Setiap 1 liter medium diberi larutan A, B, C, sebanyak 1 ml dan
larutan D 4 tetes. Kemudian diaerasi dengan batu aerasi dan sumber
udara dapat berasal dari mesin blower, kompressor atau aerator.
- Pupuk lain yang dapat ditambahkan:
1. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid)=10 mg/l
2. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 0,2 mg/l
3. Biotin = 1,0 mg/l
4. Vitamin B12 = 1,0 mg/l
5. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
6. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
7. Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
8. Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
9. Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
1. Urea = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
7. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
8. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton.
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. K2HPO4 atau KH2PO4 = 5 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. 16-20-0 = 5 mg/l
e) Spirulina
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 15-20 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/l, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
f) Brachionus
1. Dengan Pemupukan
- Wadah yang digunakan berukuran 1-10 ton atau 10-100 ton yang
telah dicuci dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton. Wadah diisi
air melalui kain saringan halus.
- Pemupukan menggunakan kotoran sapi kering 20 mg/l, pupuk urea
dan TSP masing–masing 2 mg/l, kemudian didiamkan 4-5 hari,
sampai tumbuh jasad-jasad renik makanan Brachionus, yaitu jenis
Diatomae, seperti Cyclotella, Melosira, Asterionella, Nitzschia, dan
Amphora. Tumbuhnya Diatomae ditandai dengan warna coklat
perang.
2. Dengan Pemberian Makanan
- Wadah yang digunakan berukuran 1 ton, yang terbuat dari papan
kayu yang dilapisi lembaran plastik, bahan semen, atau fiberglass,
yang dicuci biasa. Wadah diisi air medium, tergantung jenis
Brachionus. Wadah diletakkan di luar ruangan, di bawah atap
bening.
- Pemupukan menggunakan 100 mg/l urea, 20 mg/l TSP, dan 2 mg/l
FeCl3, untuk menumbuhkan algae planktonik (Chlorella dan
Tetraselmis). Medium diudarai untuk meratakan pupuk dan algae.
g) Artemia
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak berbentuk empat
persegi panjang dengan sudut tegak lurus, menyerong, atau
melengkung. Ukurannya 300 liter, 2 ton, 5 ton, dsb.
2. Di tengah bak dipasang penyekat terbuat dari papan/lembaran plastik
dengan arah membujur sejajar dengan sisi bak yang panjang. Jarak
antara ujung penyekat tengah dengan sisi bak yang pendek 2/3 kali
jarak antara penyekat tengah dengan sisi bak yang panjang, dan jarak
sisi bawah dengan dasar bak 2-5 cm.
3. Dalam bak dipasang "air water lift (AWL)" yang terbuat dari pipa-pipa
PVC untuk menimbulkan putaran.
- Kedalaman 20 cm, diameter pipa AWL= 25 mm
- Kedalaman 40 cm, diameter pipa AWL= 40 mm
- Kedalaman 75 cm, diameter pipa AWL= 50 mm
- Kedalaman 100 cm, diameter pipa AWL= 60 mm
4. Pipa AWL dipotong miring 30-45 derajat pada ujung bawahnya dan
dipasang menyentuh dasar bak. Pipa AWL diikat pada kedua belah sisi
penyekat tengah dan ujung -ujung bagian atasnya dibuat menyerong
30-45 derajat. Jarak antara AWL 25-40 cm dengan arah berlawanan.
5. Slang plastik berdiameter 6 mm dimasukkan pada AWL untuk saluran
udara, yang dihubungkan dengan tabung pembagi udara terbuat dari
pipa PVC berdiameter 5 cm dan diikat pada atas penyekat tengah.
6. Tabung dihubungkan dengan pipa udara yang mengalirkan udara dari
mesin penghembus udara (Blower).
7. Air untuk pemeliharaan adalah air laut (kadar garam 30-35 permil) atau
air tiruan (kadar garam 30 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu:
- Garam dapur (NaCl) = 31,08 gram
- Magnesium sifat (MgSO4) = 7,74 gram
- Magnesium klorida (MgCl2) = 6,09 gram
- Kalsium klorida (CaCl2) = 1,53 gram
- Kalium klorida (KCl) = 0,97 gram
- Natrium hidrokarbonat (NaHCO3) = 2 gram
- Air tawar dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NaHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
8. Penyaringan air dilakukan untuk mengurangi timbunan kotoran.
Penyaringan air dilakukan dengan kotak keping penyaring berbentuk
kotak persegi empat yang terbagi 2 bagian, yaitu bagian pertama untuk
pemasukan air dan bagian kedua untuk pengendapan. Ukuran kotak

10% dari bak dan terbuat dari kayu yang dicat dengan epoxy. Alat ini
dibersihkan 2 hari sekali.
h) Infusoria
1. Penangkaran dapat dilakukan secara berurutan dalam wadah 1 liter, 1
galon, 200 liter, dan 1 ton. Untuk wadah 1 liter dan 1 galon,
menggunakan air rebusan jerami sebagi medium, dan untuk wadah
yang lebih besar menggunakan air mentah.
2. Air mentah dimasukkan dalam wadah 200 liter dan 1 ton (tergantung
jenis Ciliatanya) dan ditambah potongan-potongan jerami atau rumput
kering, daun selada, atau kulit pisang kering, kemudian air diaerasi.
i) Kutu Air
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak dengan ukuran 1
ton (1 m3). Bak diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari
langsung.
2. Wadah diisi air tawar sampai 60 cm dan diudarai dengan batu 1-2
aerasi per 2,5 m2.
3. Pemupukan menggunakan kotoran ayam kering yang dilarutkan dalam
air samapi konsentrasinya 10% dan bungkil kelapa yang ditumbuk
halus dan diayak dengan saringan 500 mikron.
4. Pemupukan pertama menggunakan kotoran ayam 1000 ml/ton dan
bubuk bungkil kelapa 200 gram/ton yang dicampur dan dimasukkan
dalam kantong yang diperas di atas bak pemeliharaan, sehingga air
perasan langsung jatuh ke bak.
5. Pemupukan kedua dilakukan 4 hari kemudian, dan pemupukan ketiga
dilakukan bila perlu.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Wadah penetasan yang juga merupakan wadah pemeliharaan dapat
berupa pengaron, ember plastik, atau wadah bukan logam yang
lainnya. Air medium menggunakan air leri atau air biasa.
2. Setelah telur cukup, wadah dimasukkan dalam kandan yang diberi
dinding kelambu.
k) Cacing Tubifex
1. Lahan dibuat dengan bentuk mirip kolam dengan luas 10x10 cm atau
lebih, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.
2. Dasar kolam dibuat petakan-petakan (blok) lumpur, berjarak 20 cm,
setinggi 10 cm dengan luas 1x2 m dan dasarnya dilapisi papan kayu
atau dibentuk cetakan.
3. Pemupukan menggunakan dedak halus (200-250 gram/m2) atau
kotoran ayam yang telah dibersihkan dan dihaluskan sebanyak 300
gram/m2. Pupuk ditebar di lahan dan direndam air 5 cm selama 4 hari
bila menggunakan dedak dan 3 hari bila menggunakan kotoran ayam
l) Ulat Hongkong
1. Pemeliharaan skala kecil dapat menggunakan beberapa kotak
kayu/tripleks berukuran 40x40x20 cm yang dilapisi selotip/isolasi pada
bagian bibirnya, atau ember plastik, baki, atau waskom.
2. Bagian atas tempat pemeliharaan dibiarkan terbuka untuk
memudahkan panen. Kemudian wadah ditempatkan pada rak dan
diletakkan dalam ruang gelap dan tidak kena sinar matahari.
3. Medium pemeliharaan yang berupa campuran dedak halus dan ampas
tahu kering atau tepung jagung yang dicampur tepung tulang dan
tepung ikan yang telah disaring/diayak, ditebar pada dasar wadah
setebal 2-3 cm.
2) Pakan Buatan
Alat-alat yang diperlukan :
a) Alat Penggiling dan Pengayak
b) Alat Penimbang dan Penakar
c) Alat Pengaduk dan Pencampur
d) Alat Pemasak
e) Alat Pengering
f) Alat Penyimpan
6.4. Pemeliharaan Pakan Alami
a) Chlorella
1. Dalam wadah 1 galon :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya
berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan
saringan 15 mikron.
- Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran
lampu neon, dan air diudarai terus-menerus.
- Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10
juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar.
- Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan
dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
- Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton
membutuhkan 5 galon bibit.
- Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang
diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk
organik dari kotorannya.
- Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung.
- Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat
mencapai kepadatan 5 juta sel/ml.
- Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahan air baru,
dan pemberian obat pemberantas hama.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang
telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml,
hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.
- Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan
airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan
kepadatan 2-4 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
c) Dunaliella
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah pupuk tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/3 bagian.
Wadah ditutup kapas atau stirofoam yang telah diberi slang untuk
mencegah kontaminasi.
3. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 70.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 3-4 hari telah berkembang dengan kepadatan 6-7 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit ditebar sebanyak 100 ml. Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-
AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 2 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-6 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam wadah 200 ml, waktu 2 hari mencapai puncak perkembangan
dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml, sedangkan wadah 1 liter, dalam 3
hari mencapai 2-3 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
e) Spirulina
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/5-1/10 bagian.
Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
f) Brachionus
Dengan Pemupukan: Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan,
sebanyak 10 ekor/ml. 5-7 hari kemudian, Brachionus berkembang dengan
kepadatan sekitar 100 ekor/l dan dapat digunakan sebagai pakan ikan.
Dengan Pemberian Pakan:
1. Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10
ekor/ml. Wadah setiap hari pagi diaduk sebagai ganti pengudaraan.
2. Pemberian makanan berupa algae dapat diganti dengan ragi roti
sebanyak 1-2 gram berat basah per 1 juta ekor per hari pada suhu 25
derajat C atau 2-3 gram pada suhu lebih dari 25 derajat C. Takaran untuk
ragi kering adalah 1/3-1/2 takaran berat basah
3. Apabila campuran algae tidak bisa diberikan terus-menerus, maka 1-2 jam
sebelum panen harus diberi makanan algae secukupnya.
- Ragi laut (Rhodotorula) dapat juga diberikan sebagai makanan
Brachionus. Ragi laut dapat diperoleh dari saluran pembuangan
pembenihan ikan dan udang laut.
- Ragi laut dapat ditumbuhkan dengan memupuknya dengan 10 g gula, 1
g (NH4)2SO4, dan 0,1 g KH2PO4 atau K2HPO4 untuk setiap 1 liter air
laut, dan ditambah HCl untuk mencapai pH 4. Dalam wadah 500-1000
liter, kepadatannya 100 juta sel/ml.
- Brachionus yang diberi makan ragi laut mencapai kepadatan 80-120
ekor/ml dalam masa pemeliharaan 25 hari.
g) Artemia
1. Makanan utama Artemia adalah katul padi (dedak halus) yang berukuran
< 50 mikron. Makanan lainnya : tepung terigu, tepung beras, ragi roti, ragi
bir, ragi laut, dedak gamdum, tepung kedele, dan tepung ganggang.
2. Dedak dilarutkan sebanyak 50-150 gram/l air garam (150 gram dalam 1
liter air), kemudian diblender dan disaring dengan kain saring halus 50
mikron. Larutan dedak diwadahi kantong plastik berdasar kerucut dan
diberi slang plastik yang dilengkapi kran untuk pemberian pakan.
3. Jumlah pemberian pakan ditentukan berdasarkan kekeruhan medium,
Artemia dewasa (>2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia
berumur < 2 minggu kekeruhannya 15-20 cm.
Usaha Pembesaran
1. Benih berupa burayak tingkat nauplius instar I yang masih belum perlu
makan dengan padat penebaran 1000-3000 ekor/l yang dilakukan pada
senja hari.
2. Pemberian makan untuk umur 1-5 hari, ditandai dengan kekeruhan 15-20
cm dan untuk umur > 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur
diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <
2 mg/l dan pH < 7,5. Air medium ditambah 2 g/l NaHCO3 bila pH turun.
Bak pemeliharaan ditutup plastik pada malam hari untuk mencegah
fluktuasi suhu. Suhu yang baik adalah 25-30 derajat C. Kotoran yang
mengendap pada dasar bak harus selalu disedot.
Produksi Nauplius
1. Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
2. Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovovivipar (melahirkan nauplius), yaitu kadar garam 40-50 permil,
suhu 25-30 derajat C, kadar O2 4 mg/l, dan pH 7,5-8,5.
3. Umur 3 minggu Artemia mulai kawin dan setiap 4-5 hari sekali akan
beranak dengan jumlah 100-300 ekor. Umur induk dapat mencapai 6
bulan.
Produksi Telur
- Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
- Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovipar (bertelur), yaitu peningkatan kadar garam dan penurunan
kadar O2 .
- Setelah Artemia dewasa kadar garam dinaikkan sampai 90 permil dengan
cara menambah larutan garam pekat secara berangsur-angsur tiap hari.
- Setelah berumur 4 minggu, ditambah EDTA sampai kadarnya 25 mg/l
dalam waktu 1 minggu.
- Minggu ke-5, kadar O2 diturunkan dengan cara memutuskan aerasi tiap 1
jam selama 10 menit. 1-2 minggu kemudian induk Artemia mulai
mengandung telur.
h) Infusoria
1. Penebaran bibit Ciliata dilakukan setelah makanan tumbuh, yaitu ±1
minggu setelah persiapan wadah.
2. Ciliata dapat berkembang biak dalam waktu seminggu, ditandai dengan
warna air medium yang berubah jadi keputih-putihan.
3. Apabila medium budidaya berbau busuk, dilakukan pergantian air secara
bertahap dengan menggunakan slang air.
i) Kutu Air
1. Pemasukan biibt dilakukan 18-24 jam sesudah pemupukan awal dengan
padat penebaran 30 ekor/l.
2. Perkembangannya akan mencapai puncak dalam waktu 7-10 hari dengan
kepadatan 3000-5000 ekor/l.
3. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan renik dan detritus.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Makanan diberikan secara berkala yang terdiri dari ragi, kotoran kelinci
dan susu bubuk, atau detritus kering yang berasal dari alam.
2. Dinding wadah yang ditumbuhi bakteri/lendir harus dibersihkan.
k) Cacing Tubifex
Penebaran bibit dilakukan dalam lubang-lubang kecil di atas bedengan
(petakan /blok) yang berjarak 10-15 cm dengan jumlah 10 ekor /lubang.
Masa pemeliharaan cacing sekitar 10 hari.
l) Ulat Hongkong
1. Pemberian pakan tambahan berupa buah-buahan dan sayuran yang
masih segar.
2. Pembersihan tempat dilakukan bila media hidup berubah warna jadi agak
hitam. Caranya dengan menyaring/mengayak sel media dan ulatnya
dengan ukuran saringan tergantung ukuran ulat. Untuk membersihkan
kotoran yang agak besar dilakukan dengan menampi.
3. Dalam waktu 2 minggu, ulat berubah bentuk menjadi kepompong,
kemudian kumbang dan membutuhkan makanan lebih banyak.
4. Kumbang berwarna agak keputihan, kemudian berubah kehitam-hitaman.
Setelah 3 minggu kumbang bertelur sebanyak 1000 butir/ekor dan akan
menetas 5-6 hari kemudian. Umur induk hanya 1 bulan setelah bertelur.
5. Ulat yang menetas baru terlihat setelah 2 minggu. Pakan tambahan yang
diberikan, terutama sawi putih/sayuran lain yang banyak kandungan
airnya.
6.5. Pembuatan Pakan Buatan
Dalam menyusun ramuan untuk pakan buatan harus memperhatikan kadar zatzat
dari masing-masing bahan baku dan disesuaikan dengan kebutuhan.
a) Bentuk Larutan Emulsi
1. Sebutir telur itik direbus sampai masak, kemudian diambil kuningnya dan
dilarutkan dalam 200 ml air.
2. Sambil diaduk, tambahkan 40 g tepung kedele halus, 5 g sagu, dan
akhirnya 1 g vitamin.
3. Panaskan larutan sambil tetap diaduk, sampai diperoleh cairan kental
seperti lem yang encer. Larutan siap digunakan setelah dingin.
4. Masa simpan larutan 10 jam dan digunakan untuk makanan burayak ikan
yang berumur 3-20 hari.
b) Bentuk Larutan Suspensi
1. 20 g kedele direbus sampai masak, agar zat penghambat tumbuhnya
hilang, dihaluskan dan diberi air sedikit demi sedikit, kemudian disaring
dengan kain mori halus. Telur itik diberi perlakukan serupa dan yang
digunakan hanya bagian yang kuning.
2. Larutan sari kedele dan larutan sari kuning telur dicampur dan diaduk
merata.
3. Digunakan untuk makanan burayak.
c) Bentuk Roti Kukus
1. Telur itik dikopyok sampai lumat dan berbuih. Secara berangsur-angsur
ditambahkan tepung ikan, tepung terigu, dan tepung susu, sampil terus
diaduk dan diberi air sedikit demi sedikit.
2. Adonan dikukus sampai masak selama 30 menit. Roti yang sudah masak
didinginkan dengan kipas angin.
3. Vitamin B dan C dihaluskan, ditambah tetrasiklin yang telah dibuang
kapsulnya dan beberapa tetes vitamin A+D-pleks dan Kalsidol.
4. Roti kukus yang telah dingin, dibentuk menjadi gumpalan kecil-kecil,
kemudian dioleskan pada campuran vitamin dan antibiotik, sambil
diremas-remas sampai campuran merata. Roti dapat disimpan dalam
lemari es selama 3 hari.
5. Sebelum digunakan sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan
melarutkannya dalam air melalui kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran burayak yang akan diberi makan.
d) Bentuk Pellet
1. Bahan untuk membuat pelet ada 2 macam, yaitu berupa: tepung kering
dan gumpalan (pasta).
2. Bahan perekat dapat dicampur langsung dengan bahan lainnya saat
masih kering, atau disendirikan. Bila disendirikan, bahan tersebut diseduh
dulu dengan air mendidih sampai mengental seperti lem encer. Setelah itu
bahan perekat dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Pencampuran bahan dimulai dengan bahan yang jumlahnya sedikit dan
diakhiri dengan bahan yang jumlahnya paling banyak. Bahan yang berupa
pasta dicampurkan paling akhir. Bahan perekat yang dibuat adonan
tersendiri, dicampurkan paling akhir. Adonan yang masih kurang basah
dapat ditambah air sedikit demi sedikit.
4. Apabila bahan perekat dicampur langsung dengan bahan-bahan lainnya,
maka pembuatan adonan dilakukan dengan air panas sebanyak ± 1/4
berat bahan baku. Pengadukan dilakukan di atas api kecil, agar air tidak
cepat dingin.
5. Pengadukan adonan dilakukan sampai terjadi perubahan warna.
6. Adonan didinginkan di atas tampir. Apabila menggunakan ragi, maka
pencampurannya dilakukan setelah adonan dingin.
7. Bahan baku yang telah dingin dicetak dengan penggiling daging dan akan
diperoleh bentuk batangan-batangan. Batangan basah tersebut dipotongpotong
sepanjang 3 cm.
8. Pelet basah yang telah dipotong-potong dijemur sampai kadar airnya 10-
20%. Pengeringan dihentikan apabila pelet kering, keras dan mudah
patah.
e) Bentuk Remah dan Tepung
1. Keduanya berasal dari pellet yang sudah kering. Pellet digiling lagi dengan
penggiling kopi. Besar kecilnya ukuran butiran tergantung kendor
kencangnya setelan gigi-gigi penggilas alat penggiling.
2. Tepung kasar dan halus dipisahkan dengan ayakan.
- Untuk benih berumur 20-40 hari, mata saringnya 40-75 sampai 75-105
mikron.
- Untuk benih berumur 40-80 hari, mata saringnya > 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur
ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental
menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis
dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang
sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian
mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.

7.2. Gangguan pada pakan buatan
a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan
pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin
pengolahan.
c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. PANEN (Panen Pakan Alami)
a) Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung
diumpankan pada ikan.
b) Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
c) Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
d) Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember
plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang
berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,
koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah
seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat
lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring
pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan
kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang
peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e) Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100
ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan
kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum
penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang
berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton
60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan
disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain
plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f) Artemia
1. Usaha Pembesaran
- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8
mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu
Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring
yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.
Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115
permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng
hampa udara.
g) Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna
medium menjadi keputih-putihan.
h) Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan
penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500
mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i) Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan
tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat
menyediakan makanan lagi.
j) Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2
cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak
besar.
9. PASCAPANEN (Pakan Alami)
a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan
dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,
plate separate, atau centrifuge.
b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan
mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal
ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan
benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan
pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas
benih yang dihasilkannya bisa maksimal.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah
pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen
penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada
pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan
ikan alami.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,
sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa
kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang
sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara
waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,
peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang
usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.

sumber :
TTG BUDIDAYA PERIKANAN
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

http://niaga.pusri.co.id/Budidaya/budiddaya_perikanan.htm